Menyoal Indonesia dalam Failed Stated Index (2)

June 24, 2012 @

Tulisan sebelumnya.

Tulisan ini lebih fokus pada perkembangan tiap indikator pada failed states index. Seperti dalam tulisan sebelumnya, dari sudut pandang skor, Indonesia sebenarnya mengalami perbaikan skor. Dalam akhir tulisan sebelumnya, saya cenderung mengkritik metodologi pemberian bobot yang sama untuk 12 indikator.

Pertama, mari analisis bagaimana perkembangan 12 indikator failed states index untuk Indonesia. Tabel dibawah ini adalah perkembangan tiap indikator selama 2005 – 2012:

INDONESIA: Perkembangan Indikator
INDIKATOR 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2005-2012
Demographic Pressures (DP) 8.6 7.5 7.0 7.0 7.3 7.2 7.4 7.4 1.2
Refugees and IDPs (REF) 7.0 8.2 7.5 7.3 6.7 6.5 6.6 6.3 0.7
Group Grievance (GG) 6.3 6.3 6.0 5.9 6.3 6.3 6.6 7.1 0.8
Human Flight & Brain Drain (HF) 6.3 6.3 6.0 5.9 6.3 6.3 6.6 7.1 2.3
Uneven Economic Development (UED) 9.0 8.0 8.0 8.0 8.1 7.9 7.5 7.2 1.8
Poverty & Economic Decline (ECO) 4.0 6.8 6.5 6.3 6.9 6.7 6.4 6.0 2.0
State Legitimacy (SL) 9.2 6.7 6.5 6.8 6.7 6.9 6.7 6.7 2.5
Public Services (PS) 4.0 7.2 7.0 6.7 6.7 6.7 6.5 6.2 2.2
Human Rights & Rule of Law (HR) 8.6 7.5 7.0 6.8 6.7 6.5 6.3 6.8 1.8
Security Apparatus (SEC) 7.6 7.5 7.3 7.1 7.3 7.3 7.1 7.1 0.5
Factionalized Elites (FE) 8.8 7.9 7.2 7.0 7.3 7.1 7.0 7.0 1.8
External Intervention (EI) 5.0 7.3 6.9 6.9 6.9 6.7 6.5 6.2 1.2

Sumber: Failed States Index

Dari 12 indikator, sebanyak 8 indikator mengalami perbaikan dari tahun 2005 ke 2012. Sebaliknya, 4 indikator makin buruk. Public services (PS) adalah indikator yang cenderung memburuk dari tahun 2005 ke 2007, lalu sedikit mengalami perbaikan dari 2007 ke 2012, walaupun justru kondisi tahun 2012 masih lebih buruk dari tahun 2005. Public services adalah bentuk layanan dari pemerintah, mulai dari transportasi, surat menyurat, perizinan, dll. Apalagi dengan kebijakan otonomi daerah, kualitas pelayanan Pemerintah Daerah bisa berbeda-beda, tergantung inisiatif leader.

Poverty & Economic Decline (ECO) cenderung makin buruk dari tahun 2005 ke tahun 2012. Walaupun sudah menunjukkan sedikit peningkatan dari tahun 2009, namun kondisi tahun 2012 masih lebih buruk dari tahun 2005. Indikator ini lebih merujuk pada ketimpangan atau distribusi pendapatan antara kaya dan miskin, serta faktor-faktor ekonomi lain. Selama satu dekade ini, Indonesia mengalami pertumbuhan ekonomi yang cukup pesat. Efeknya, kesejahteraan rata-rata meningkat. Namun tidak demikian dengan distribusi pendapatan yang makin parah. Gini index biasanya menggambarkan distribusi, merentang dari 0 (merata) – 1 (tidak merata). Tahun 2010, gini index bernilai 0,38, naik dari 0,30 (tahun 2000).

External Intervention (EI) bertambah buruk dari tahun 2005 ke tahun 2006, kemudian mengalami peningkatan ke tahun 2007, dan konstan selama tiga tahun berturut-turut. Tiga tahun selanjutnya, indikator ini mengalami perbaikan, namun kondisi tahun 2012 masih lebih buruk dari tahun 2005. Contoh indikator ini: intervensi asing dalam kebijakan publik, pemberian credit rating terhadap obligasi pemerintah, atau pengaruh asing lain terhadap domestik.

Group Grievance (GG) cenderung fluktuatif dari tahun 2005 ke tahun 2012. Kondisi tahun 2012 masih lebih buruk dari tahun 2005. Indikator ini terlihat beberapa kasus, seperti bagaimana penanganan kekerasan terhadap minoritas, bagaimana aparat pemerintah menangani kasus-kasus intoleransi, dan lain-lain. Memang kasus-kasus ini cukup menonjol beberapa tahun terakhir.

Delapan indikator lain cenderung menunjukkan perbaikan kinerja: Demographic Pressures, Refugees and IDPs, Human Flight & Brain Drain, Uneven Economic Development, State Legitimacy, Human Rights & Rule of Law, Security Apparatus, dan Factionalized Elites. Fokus yang harus diperbaiki adalah dua indikator utama yang terus memburuk, yaitu public services dan poverty & economic decline.

By default, ekonomi akan bergerak maju. Sudah banyak prediksi Indonesia akan jadi negara penting dalam beberapa dekade mendatang. Indonesia sudah cukup diperhitungkan dalam pergaulan internasional. Jikapun ada kekurangan, memang harus diperbaiki bersama. Menurut saya, menyimpulkan Indonesia sebagai negara gagal adalah ketakutan berlebihan. Fakta menunjukkan tahun 1998 justru lebih buruk daripada hari ini. Saat itu nuansa pesimisme terhadap republik sangat besar. Hari ini, masih ada nuansa optimisme anak-anak bangsa terhadap masa depan negeri ini.

Indonesia punya potensi besar yang justru lebih besar daripada negara-negara maju. Yang perlu diperhatikan memang masih ada beberapa sumber masalah mengganjal. Untuk melihat fakta ini, mari cek data dari world competitiveness report 2010-2011.

Perbandingan Indikator
INDIKATOR RANK INDONESIA SETARA DENGAN LEBIH BAIK DARI
Capacity for Innovation 30 New Zealand Spain;Hong Kong;Brunei;Turkey
Pay & Productivity 28 Israel Denmark;Norway;New Zealand;Germany;Sweden;France
Control of International Distribution 43 Spain Australia;Italy
Breadth of Value Chain 29 Qatar Canada;Norway
Favoritism in Decisions of Govt Officials 36 Austria US;Brazil;France
Wastefulness of Govt Spending 34 Taiwan UK;Israel;Germany
Burden of Govt Regulation 44 Luxemburg Netherlands;Austria
Easy of Access to Loans 16 Netherlands Switzerland;Canada;Kuwait;Japan
Extent and Effect of Taxation 23 Taiwan US;Norway;South Korea;Russia;Sweden;Iceland

Sumber: World Competitiveness Report 2011-2012

Coba lihat negara-negara diatas, hampir sebagian besar adalah negara-negara maju dan berpengaruh. Dalam indikator-indikator, Indonesia jauh unggul daripada negara-negara diatas, seperti capacity of innovation. Ini adalah kapasitas dasar untuk melakukan inovasi, Indonesia setara dengan Selandia Baru, dan bahkan lebih unggul daripada Spanyol, Hong Kong, Brunei, dan Turki. Negara-negara yang disebutkan ini punya GDP/kapita yang jelas lebih tinggi dari Indonesia. Posisi start mereka jauh lebih baik daripada Indonesia.

Masih banyak faktor-faktor lain yang bisa jadi kebanggaan Indonesia, seperti Pay & Productivity, Control of International Distribution, Breadth of Value Chain, Favoritism in Decisions of Govt Officials, Wastefulness of Govt Spending, Burden of Govt Regulation, Easy of access to loans, dan Extent and effect of taxation.

Namun ada faktor-faktor lain yang membuat performance Indonesia memburuk.

Perbandingan Indikator
INDIKATOR RANK INDONESIA SETARA DENGAN LEBIH BURUK DARI
Irregular Payment & Bribes 103 Moldova Mozambique;Ethiopia
Transparency of Govt Policy Making 87 Burkina Faso Benin;Malawi
Burden of Customs Procedures 85 Côte d'Ivoire Uganda;Mali
Legal Protection of Borrower & Lenders 105 Benin Nepal;Rwanda;Gambia
Procedure to Start Business 121 Lesotho Madagascar;Bangladesh;Benin

Sumber: World Competitiveness Report 2011-2012

Bandingkan faktor-faktor diatas yang justru lebih buruk dari negara-negara Sub Saharan Africa. Faktor-faktor buruk ini justru membuat daya saing Indonesia jadi buruk. Bayangkan, Indonesia punya potensi luar biasa yang bisa mengalahkan negara-negara maju. Namun dalam beberapa indikator, seperti irregular paymen & bribes, Indonesia justru lebih buruk dari negara-negara miskin, seperti Mozambique dan Ethiopia.

Coba cek bagaimana penilaian utuh dari World Economic Forum terhadap Indonesia.

RANKING INDONESIA DARI 142 NEGARA
INDIKATOR RANK
Basic Requirement 53
Institution 71
Infrastructure 76
Macroeconomic environment 23
Health & primay education 64
Efficiency Enhancers 56
Higher education & training 69
Goods market efficiency 67
Labor market efficiency 94
Financial market development 69
Technological readiness 94
Market size 15
Innovation and Sophistication 41
Business sophistication 45
Innovation 36

Sumber: World Competitiveness Report 2011-2012

Dengan membaca tabel di atas, terlihat bahwa kondisi makro ekonomi dan faktor inovasi adalah dua faktor paling kuat. Dalam kelompok basic requirement, tiga faktor lain justru belum maksimal. Padahal basic requirement adalah faktor penting penentu daya saing bangsa. Tanpa kekuatan maksimal, maka daya saing pasti turun drastis. Fokus kedepan seharusnya membenahi basic requirement ini. Misalnya, bagaimana meng-koneksikan pulau-pulau se-Nusantara agar jadi satu kesatuan. Negara kepulauan berbeda dengan negara daratan. Laut masih menjadi pemisah yang membuat biaya mahal dan kesenjangan pembangunan. Akses dari satu pulau ke pulau lain masih terbatas. Bagaimana seharusnya Sumatera dan Jawa sudah terkoneksi dengan jembatan yang mempermudah transportasi. Ini adalah contoh nyata.

World Economic Forum juga memberikan hasil survei tentang masalah utama bisnis. Tiga masalah utama: korupsi, birokrasi yang kurang efisien, dan infrastruktur yang kurang mendukung. Faktor penghalang selanjutnya adalah kebijakan yang tidak konsisten, akses finansial, SDM berkualitas, dan lain-lain. Faktor-faktor ini masih berkorelasi dengan indikator-indikator failed states index. Jika jeli melihat faktor-faktor kelemahan tersebut masih berhubungan dengan public services. Hasil publikasi world competitiveness report berkorelasi dengan publikasi failed states index. Bukan dalam menyimpulkan bahwa Indonesia dengan ranking tertentu sebagai negara gagal. Namun untuk memperkuat argumen bahwa beberapa faktor memang harus jadi perhatian utama, misalnya public services, pemberantasan korupsi, menghilangkan birokrasi yang tidak efisien, dan bagaimana membangun infrastruktur. 

Melihat korupsi yang terjadi pada elit politik pasti akan memperkuat anggapan bahwa Indonesia adalah negara gagal. Namun melihat kerja keras rakyat Indonesia, terutama bangunan civil society yang makin berkembang, maka akan memperkuat optimisme bahwa masih ada harapan.

Bersambung ke tulisan selanjutnya.

 

 

 

One Comment → “Menyoal Indonesia dalam Failed Stated Index (2)”

  1. […] Untuk saya, jelas lebih menarik menganalisis perubahan masing-masing indikator daripada melihat agregat indeks. Melihat perubahan indikator memang lebih rumit, namun bisa memberikan gambaran jelas. Analisis ini dapat dilihat pada tulisan berikutnya. […]


© 2024 ARIP MUTTAQIEN.